Sikap rosul ketika memimpin perang
Sejarah
kaifazahra6
Pertanyaan
Sikap rosul ketika memimpin perang
2 Jawaban
-
1. Jawaban NURuswatun
adil, bijaksana, tegas, mengarahkan yg baik, sabar,.kalau tdk salah -
2. Jawaban dika12366
Menjaga Darah
Umumnya pasukan yang menang atau lebih superior, mereka menolak untuk diajak memberhentikan peperangan. Karena mereka memiliki kesempatan untuk mengalahkan musuh, lalu menguasai daerah mereka. Dan kita lihat, negara atau kaum yang lemah biasanya mereka mengajukan perjanjian damai. Bagi mereka yang kuat, ekspansi pun akan terus berlanjut. Bukan saja nyawa yang hilang, akan tetapi malapetaka penjajahan dilakukan.
Kondisi demikian tidak pernah terjadi sekalipun di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menjadikan perang sebagai solusi utama. Hal itu beliau tempuh sebagai alternatif terakhir karena untuk membela diri atau karena orang-orang yang memerangi beliau tidak mengetahui tentang Islam. Jika mereka tahu akan Islam, niscaya mereka akan memeluk Islam bahkan membelanya. Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam peperanganya berkeinginan kuat untuk tidak menumpahkan darah musuhnya. Dan beliau mempersiapkan hal itu dengan sebaik-baiknya. Sekiranya orang-orang yang tidak mengenal Islam itu mempelajari Islam sebelum mereka mengambil sikap, niscaya mereka tahu bahwa syariat Islam adalah syariat yang penuh kasih sayang.
Orang yang memeluk Islam saat perang berkecamuk, maka ia tidak boleh dibunuh.
Di antara ajaran Islam yang menunjukkan betapa Islam tidak ingin menumpahkan darah adalah ketika ada seseorang dari pihak musuh yang memeluk Islam saat perang tengah berkecamuk, maka ia tidak boleh dibunuh. Walaupun keislamannya itu meragukan (karena takut atau sudah terdesak pen.).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah marah kepada Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhu karena ia membunuh seseorang yang memeluk Islam tatkala perang berkecamuk. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengirim suatu pasukan menghadapi kaum musyrikin. Ketika kedua pasukan tersebut bertemu, orang-orang musyrik menyerang orang muslim, maka mereka sengaja menyerangnya. Adapun kaum muslimin, menunggu mereka lalai. –Perawi hadits- mengatakan, “Kami mempertanyakan apa yang dilakukan oleh Usamah bin Zaid. Ketika ia mengangkat pedangnya, orang musyrik yang diperanginya mengucapkan laa ilaaha illallah. Namun Usamah tetap membunuhnya. Lalu datanglah orang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya dan mengabarkan kepada beliau tentang apa yang dilakukan Usamah.
Rasulullah memanggil Usamah dan bertanya, “Mengapa engkau lakukan itu?” Usamah menjawab, “Wahai Rasulullah, dia telah menyakiti umat Islam dan telah membunuh fulan dan fulan –Usamah menyebutkan beberapa nama-. Aku telah mengalahkannya. Ketika ia melihat pedangku, barulah ia mengucapkan laa ilaaha illalla”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapi, “Jadi engkau membunuhnya?!” “Iya.” Jawab Usamah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apa yang akan engkau pertanggung-jawabkan dengan kalimat laa ilaaha illallah pada hari kiamat nanti?”
Usamah berkata, “Wahai Rasulullah, doakan ampunan untukku”. Rasulullah tetap mengatakan, “Apa yang akan engkau pertanggung-jawabkan dengan kalimat laa ilaaha illallah pada hari kiamat nanti?” dan beliau terus-menerus mengulangi kalimat tersebut.” (HR. Muslim di Kitabul Iman).
Inilah sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang memerangi beliau. Beliau tetap bersikap adil. Padahal Usamah bin Zaid adalah termasuk orang kesayangan beliau.
Orang yang dibunuh Usamah ini bukanlah orang kafir biasa. Ia adalah seseorang yang telah menyakiti dan membunuh beberapa orang dari umat Islam. Kemudian Usamah berhasil mengalahkannya, saat ia mengangkat pedangnya untuk tebasan terakhir, orang tersebut mengucapkan laa ilaaha illallah. Dalam keadaan demikian, pasti orang-orang akan mengatakan apa yang Usamah katakan. Yaitu orang itu mengatakan kalimat laa ilaaha illallah sebagai taktik melindungi diri agar tidak terbunuh. Jika tidak dalam keadaan terdesak, ia tidak akan mengatakan kalimat tauhid ters